ABORSI DAN MENSTRUAL REGULATION
Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Kontemporer
Dosen pengampuh : H.M.
Samsukadi, Lc. M.Th.I
Oleh :
Imam Rofiqin
(1215001)
AHWALUS SYAKHSHIYYAH
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI
DARUL ULUM
JOMBANG
2016
A.
LATAR
BELAKANG
Islam
adalah agama yang suci, yang dibawa oleh nabi Muhammad saw sebagai rahmat untuk
semesta alam.
“Maka demi Tuhanmu, mereka pada
hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai
pemutus perkara yang mereka perselisihkan di antara mereka.”[1]
(TQS An N isaa` 65).
“Dan tidak patut bagi seorang
mu`min laki-laki dan mu`min perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka.”[2]
(TQS Al Ahzab 36)
Setiap
makhluk hidup mempunyai hak untuk menikmati kehidupan baik hewan, tumbuhan
maupun manusia (terutama) yang menyandang gelar khalifah di muka bumi ini. Oleh
karena itu ajaran Islam sangat mementingkan pemeliharaan terhadap 5 hal yaitu
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Memelihara jiwa dan melindunginya dari
berbagai ancaman berarti memelihara eksistensi kehidupan umat manusia. Namun,
tidak semua orang merasa senang dan bahagia dengan setiap kelahiran yang tidak
direncanakan, karena faktor kemiskinan, hubungan di luar nikah dan
alasan-alasan lainnya. Hal ini mengakibatkan, ada sebagian wanita yang
menggugurkan kandungannya setelah janin bersemi dalam rahimnya. Penulis akan
membahas tentang abortus, menstrual regulation dan Sterilisasi dalam bab
pembahasan. Dunia tidak hanya telah diporak - porandakan oleh peperangan
politis, keberingasan kriminal ataupun ketergantungan akan obat bius, tetapi
juga datang dari jutaan ibu yang mengakhiri hidup janinnya. Aborsi telah
menjadi penghancur kehidupan umat manusia terbesar sepanjang sejarah dunia.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
aborsi dan Menstrual Regulation.
a.
Aborsi.
Pengertian
Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion berasal dari bahasa
latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Sardikin Ginaputra dari
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memberi pengertian[3]
abortus sebagai pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Kemudian menurut Maryono Reksodipura dari Fakultas
Hukum UI, abortus atau aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim
sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah). Dari pengertian di atas
dapat dikatakan, bahwa abortus atau aborsi adalah suatu perbuatan untuk
mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum
janin itu dapat hidup di luar kandungan.
b.
Menstrual
Regulation
Menstrual
regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi atau datang bulan atau
haid, tetapi dalam praktek menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita
yang merasa terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium ternyata positif dan mulai mengandung.[4]
Maka ia minta ”dibereskan janinnya” itu. Maka jelaslah, bahwa menstrual
regulation itu pada hakikatnya adalah abortus provocatus criminalis, sekalipun
dilakukan oleh dokter. Karena itu abortus dan menstrual regulation itu pada
hakikatnya adalah pembunuhan janin secara terselubung.
2.
Perundang-undangan
aborsi dan mensttual regulation dalam indonesia.
a.
Aborsi
dan menstrual regulation dalam KUHP
Pasal 346
Seorang
wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1)
Barang
siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2)
Jika
perbuatan (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 348
1)
Barang
siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan.
2)
Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.[5]
b.
Dalam
UU no 36 tahun 2009
Pasal 194
Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pasal 75 ayat (2)
Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdikecualikan berdasarkan:
1)
indikasi
kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan; atau
2)
kehamilan
akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.[6]
3.
Mekanisme
Aborsi dan Menstrual Regulation
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau
seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8
minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua
dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian
dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.[7]
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau
diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan
pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri.
Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada
dinding cavumuteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang
banyak. Padakehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan
diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang
plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi
uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu
banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan di atas jelas bahwa
abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas
beragam.[8]
4.
Aborsi
dan Menstrual Regulation dalam perspektif hukum islam
Hukum
Aborsi Dalam Islam.
Di dalam teks-teks al Qur’an dan Hadist tidak didapati secara
khusus hukum aborsi, tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang
tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :
وَمَن
يَقۡتُلۡ مُؤۡمِنٗا مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدٗا فِيهَا
وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمٗا ٩٣
“Dan
barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya
adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan
melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar”[9]
( Qs An Nisa’ : 93 )
Begitu
juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rosulullah saw
bersabda :
“
Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut
ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua,
terbentuklah segumlah darah beku. Ketika
genap empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian
Allah mengutus malaikat untuk meniupkan
roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki,
waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia. “[10]
(HR. Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi
menjadi dua bagian sebagai berikut :
a.
Menggugurkan
Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam
hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat
:
1)
Pendapat
Pertama :
Menggugurkan
janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama
membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi :
3/159 )
Pendapat
ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin
dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul Qadir : 2/495 )
Mereka
berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat
bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap
benda mati, sehingga boleh digugurkan.
2)
Pendapat
kedua
Menggugurkan
janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan
ruh, maka hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh
tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah
mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian . Pendapat ini dianut
oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari
madzhab Syafi’I .
( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
3)
Pendapat
ketiga :
Menggugurkan
janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah
bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak
wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir ,
Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53,
Inshof : 1/386)
Adapun
status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap
benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga
bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan
pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga
pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di
dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk
Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis
dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus
Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar
hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
b.
Menggugurkan
Janin Setelah Peniupan Roh
Secara
umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh
hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan
dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin
yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram
untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada
sebab yang darurat.
Namun
jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan
membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda
pendapat:
1)
Pendapat
Pertama :
Menyatakan
bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram, walaupun
diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang
mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :
وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ
ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۗ
“ Dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar.[11]“
( Q.S. Al Israa’: 33 )
Kelompok
ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang keberadaan janin
merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah : “
Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan sesuatu yang masih
ragu.”, yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang
merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang
merupakan sesuatu yang masih diragukan.
(
Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain
itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam,
sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian
penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
2)
Pendapat
Kedua :
Dibolehkan
menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu
merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena
menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin,
karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan
janin belum yakin dan keberadaannya terakhir.
(
Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi
tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran,
walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Dari keterangan di atas, bisa diambil
kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu
aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam
janin tanpa suatu alasan syar’I hukumnya adalah haram dan termasuk katagori
membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT..
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion berasal
dari bahasa latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Sardikin
Ginaputra memberi pengertian abortus sebagai pengakhiran kehamilan atau hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Menstrual regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi
atau datang bulan atau haid, tetapi dalam praktek menstrual regulation ini
dilaksanakan terhadap wanita yang merasa terlambat waktu menstruasi dan
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium ternyata positif dan mulai
mengandung.
DAFTAR PUSTAKA
Guwandi, 1995, Persetujuan Tindak Medik
(Informed Consent), (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia)
Soesilo,
R, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-undang
No. 36 Tahun 2009 Tentang Aborsi dan kesehatan
Prawirohardjo,
Aborsi Dimensi Psikologi, (Jakarta: Grasindo, 2002)
[1] Tafsir qur’an
surat Annisa’ ayat 65
[2] Tafsir qur’an
surat Al- Ahzab ayat 36
[3] Guwandi,
Persetujuan Tindak Medik. (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1995), 23.
[4] Ibid,
44
[5] Soesilo, R, Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
[6] Undang-undang
No. 36 Tahun 2009 Tentang Aborsi dan kesehatan
[7] Prawirohardjo,
Aborsi Dimensi Psikologi, (Jakarta: Grasindo, 2002). 47.
[8] Ibid,
48.
[9] Al- Qyr’an
Surat AnNisa’ ayat 93.
[10] Hadist Riwayat
Bukhori dan Muslim.
Comments
Post a Comment